Antara Mang Saswi dan Anggun C Sasmi


Mang Saswi adalah sosok yang sedang naik daun di dunia hiburan televisi Indonesia. Membawakan peran sebagai paman Sule dalam program “Ini Talkshow” di NET TV, lelaki berdarah Sunda itu menarik perhatian pemirsa karena leluconnya yang segar.
Pria yang ‘gak ganteng-ganteng amat’ itu berhasil membuat ciri khasnya sendiri, yakni membawakan parodi-parodi iklan atau lagu dengan cara yang menggelikan. Inspirasinya adalah rupa-rupa makanan dan minuman, khususnya khas Tanah Pasundan.

Pemirsa Ini Talkshow tentu sangat menanti aksi Mang Saswi menyeruput cangkir kopi sambil berujar, "Kopiku kental..." Adegan itu dia lakukan dengan ekspresi wajah penuh kenikmatan. Sementara itu, para bintang tamu akan menatap polah mang Saswi dengan wajah takjub sekaligus cemas.

Wajar memang bintang tamu menatapnya dengan cemas. Itu karena mereka biasanya dipaksa mengikuti parodi kocak yang disadur dari iklan produk kopi itu. Selain parodi iklan kopi, ada juga sejumlah plesetan lagu yang biasa dibawakan Mang Saswi. Di antaranya bertema ‘bandrek’ dan ‘cendol’.  Itu adalah dua jenis minuman tradisional dari Tanah Priangan.


Hal menarik, lagu asli yang disadur Mang Saswi menjadi parodi bandrek tak sengaja saya temukan ketika berselancar di laman Eurovision. Eurovision tak lain adalah ajang kontes musik paling akbar di dataran Benua Biru.

Lagu yang disadur Mang Saswi dibawakan kontestan wakil Italia Domenico Modugno berjudul “Nel Blu Dipinto Di Blu” pada ajang Eurovision ketiga, tahun 1958. Meski hanya menjadi juara ketiga, lagu yang lebih populer dengan judul “Volare” itu dinobatkan sebagai tembang Eurovision terlaris sepanjang massa.


Para paus jazz dunia, seperti Lous Armstrong, Franks Sinatra dan Ella Fitzgerald pernah menggubah lagu tersebut. Begitu juga para maestro seriosa, seperti Luciano Pavarotti dan Andrea Bocelli sempat membawakan lagu tersebut.

Meski begitu, irama yang diparodikan Mang Saswi dengan tema “bandrek” sendiri diambil dari versi Gipsy Kings. Gipsy Kings adalah grup musik beraliran rumba yang dibentuk sejumlah keturunan imigran Katalunya di Montpellier, Perancis.

Lagu “Volare” yang tadinya bertempo lambat digubah berirama cepat sehingga cocok mengiringi tarian salsa atau rumba. Lagu tersebut dirilis pada tahun 1989 dan menembus tangga lagu favorit di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat.


Musik Gipsy Kings yang diparodikan Mang Saswi tidak hanya “Volare”. Ada juga lagu berjudul “Bamboleo” yang diaplesetkan dengan tema cendol menjadi “cendoleo”. Simak di sini:  Gipsy Kings - Bamboleo

Di Indonesia, grup musik Gipsy Kings rasanya tidak terlalu populer. Mungkin hanya kalangan tertentu saja, khusunya generasi 80-90-an, yang tahu grup tersebut dan familiar dengan musik-musik mereka. Nah, Mang Saswi yang berusia 40-an tahun itu agaknya satu dari sedikit orang yang akrab dengan musik Gipsy Kings. Salut Mang!

Kreativitas Mang Saswi menggubah lagu rumba dengan parodi bertema penganan daerah adalah ide lawakan yang baru di panggung hiburan tanah air. Apa yang dilakukan Mang Saswi bukanlah komedi konyol yang tidak mendidik—seperti banyak lawakan di televisi Indonesia. Lebih dari itu, Mang Saswi telah mengenalkan Budaya Sunda, yang merupakan salah satu kekayaan Indonesia, kepada khalayak lebih luas.

Salutnya, semua itu dilakukan Mang Saswi dengan penuh percaya diri dan kebanggan. Seolah dia tidak peduli pemirsa yang bukan kalangan Sunda mengerti atau tidak dengan kata-kata yang dia ucapkan. Tapi buktinya, Mang Saswi sukses merebut simpati pemirsa di berbagai daerah di Indonesia. Dia jelas telah menembus batas-batas kedaerahan atau kesukuan.

Orang Aceh yang tadinya tidak tahu bandrek mungkin akan langsung mencarinya di internet. Begitu juga orang Papua, mereka juga jadi tahu ada minuman biji tepung bersantan yang bernama cendol. Mengangkat lokalitas di panggung nasional jelas membutuhkan keberanian dan cara komunikasi yang baik. Di sinilah keberhasilan Mang Saswi. Sosok Mang Saswi ini tentu bisa dijadikan inspirasi selebritas dari suku bangsa lain di Indonesia.

Sampai di sini, kok terasa ada yang terlewat. Lalu di mana itu cerita tentang Anggun C Sasmi seperti dijanjikan di judul? Apa juga kaitannya diva Indonesia-Perancis itu dengan Mang Saswi?

Seperti saya sampaikan sebelumnya, saya menemukan lagu “Volare” di laman Eurovision. Ceritanya, ketika itu saya sedang membaca-baca tentang kisah Anggun. Salah satu prestasi terbesar Anggun di jagat musik adalah menjadi utusan Perancis dalam ajang Eurovision tahun 2012 di Baku, Ajerbaidzan. Bagi sebagian orang, ini mungkin berita lama. Tapi untuk saya sendiri, jujur saya baru mengetahuinya. Hehe…

Bagi Anda yang baru tahu, jangan membayangkan Eurovision sejenis program “American Idol” atau “American Got Talent”. Kontes itu tak ubahnya kejuaraan olahraga, di mana negara dan bangsa-bangsa di Eropa mengadu martabatnya.

Setiap tahun, negara-negara Eropa memilih duta mereka dengan cara pemungutan suara. Hal menarik, tahun 2012 itu, warga Perancis memilih Anggun sebagai utusan bangsa mereka di ajang Eurovision. Terpilihnya Anggun melalui voting disebut sebagai bentuk frustrasi masyarakat Perancis yang sudah lama tidak memenangi Eurovision.

Anggun bahkan dianggap kesempatan terakhir Perancis untuk memenagi ajang yang terakhir mereka juarai tahun 1977 itu. Meski begitu, terpilihnya Anggun bukannya tanpa kontroversi. Sebagaian menganggap perempuan kelahiran Jakarta, Indonesia itu “kurang Perancis” untuk mewakili negara tersebut.

Anggun sendiri sangat senang dan percaya diri membela negara barunya itu. Kepada surat kabar Le Parisien, seperti dikutip Wikipedia, Anggun pun mengomentari kesempatan itu dengan kata-kata yang indah:

"Ini merupakan sebuah kehormatan bagi saya yang berasal dari Indonesia, yang baru menjadi warga negara Perancis sejak tahun 2000. Saya mungkin melambangkan Perancis hari ini, negara yang terbentuk dari beragam budaya. Negara Anda telah memberikan saya sebuah bahasa dan identitas yang indah. Diam-diam, kita semua sebenarnya ingin kemenangan. Saya akan bersinar untuk Perancis!"

Tampil dalam ajang dengan tata panggung yang sangat megah itu, Agun membawakan lagu “Echo (You and I)”. Tembang itu diambil dari album internasional ke-5 miliknya, “Echoes”. Menurut saya, musikalitas serta aksi panggung Anggun sangat memesona. Berperan sebagai penari latar, sejumlah pesenam berjumpalitan dengan atraktif di sekitar dia.


Lagu bergenre pop-elektronik itu dibawakan Anggun dengan memukau dan sangat berkelas dunia. Tak lupa, pada akhir penampilannya, anggun menyampaikan syukur dalam tiga bahasa. “Mercy, thank you, terimakasih…!” teriak dia.

Ah, Anggun, sungguh berani kau mengucapkan kata “terimakasih” itu. Saya sendiri tak yakin ada orang Indonesia yang menyaksikan Anggun di sana. Bagi saya, keberanian Anggun mengatakan “terimakasih” itu bukan hal sederhana. Lebih dari kata-kata, ucapan Anggun menurut saya adalah ekspresi kemerdekaan seorang warga bekas negera jajahan. Dalam istilah psikologi, rasa minder bangsa-bangsa yang pernah mengalami kolonialisme itu disebut “inferiority complex”.

Sayang, penampilan Anggun tampaknya kurang memikat warga Eropa yang menjadi juri melalui SMS.  Ya, itu toh hanya urusan selera. Loreen, penyanyi Swedia keturunan Maroko, akhirnya memenangi ajang tersebut dengan lagunya “Euphoria”. Jujur, aksi Loreen ini memang keren.

Bagi saya, Mang Saswi dan Anggun adalah dua sosok selebritas yang menarik. Keduanya tidak kehilangan jati diri menghadapi dominasi budaya asing di sekitar mereka. Mang Saswi dan Anggun jelas adalah inspirasi bagi generasi muda Indonesia yang kerap tak percaya diri terhadap asal-usul mereka.



_________________________
foto: gustiayuisma.tumblr.com
Previous
Next Post »
0 Komentar